Kurikulum pendidikan tinggi berbasis kearifan lokal merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan identitas budaya Indonesia. Dalam menjalankan pendidikan tinggi, penting bagi kita untuk tidak melupakan akar budaya yang telah melandasi keberadaan bangsa ini. Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, kearifan lokal merupakan pengetahuan dan nilai-nilai yang telah diwariskan oleh leluhur kepada generasi penerus.
Dalam konteks kurikulum pendidikan tinggi, kearifan lokal menjadi landasan utama dalam pengembangan mata kuliah dan program-program pendidikan. Menurut Dr. Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, “Kearifan lokal harus diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan tinggi agar mahasiswa dapat memahami dan menghargai budaya Indonesia yang kaya akan keberagaman.”
Implementasi kurikulum pendidikan tinggi berbasis kearifan lokal tidak hanya memperkuat identitas budaya Indonesia, tetapi juga dapat meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap warisan budaya yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan pendapat Prof. Dr. Saparinah Sadli, pakar pendidikan, yang menyatakan bahwa “Pendidikan tinggi berbasis kearifan lokal dapat menjadi wahana untuk memperkuat jati diri bangsa dan melestarikan nilai-nilai luhur yang ada.”
Dengan memasukkan kearifan lokal dalam kurikulum pendidikan tinggi, diharapkan generasi muda Indonesia dapat menjadi agen perubahan yang memperjuangkan keberagaman budaya dan menghormati nilai-nilai tradisional yang ada. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bung Hatta, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai leluhur, menghormati tradisi, dan melestarikan budaya.”
Maka dari itu, penting bagi kita semua untuk mendukung dan mendorong implementasi kurikulum pendidikan tinggi berbasis kearifan lokal guna mempertahankan identitas budaya Indonesia. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa warisan budaya kita tetap hidup dan terjaga untuk generasi-generasi yang akan datang.